Kamis, 22 Desember 2011

Character Building


Cita-cita bangsa mewujudkan keadilan dan kesejahtraan bagi rakyat makin   hari semakin jauh panggang dari api. Negeri yang makmur dan melimpah kekayaan ini justru seperti menjadi kutukan bagi rakyatnya sendiri.  Memang ada sedikit pelipur lara hati, kadang kita mendengar dan menyaksikan putra-putri terbaik ini mengharumkan nama bangsa dengan beragam prestasi, dari seni, olah raga, budaya dan ilmu pengetahuan.  Namun, jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang sekitar 240 juta jiwa.
Menyadari betapa pentingnya kita memperbaiki kondisi negeri ini, karena merupakan bagian dari tanggung jawab kita bersama. Cara jitu untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun karakter pribadi-pribadi yang tangguh, berintegritas dan berakhlak mulia.
Karakter merupakan sebuah indikator untuk mengukur seberapa baikkah kualitas manusia. Namun tak hanya itu saja, kompetensi juga sejajar kedudukannya dengan karakter. Kompetensi konsen pada peningkatan diri, yang merangsang kecerdasan, mengasah keterampilan atau menempa keahlian dan profesionalitas. Namun, karakter merupakan fondasi. Dengan karakter, apapun kempetensi yang dibangun diatas fondasi itu akan berdiri tegak dengan baik dan benar.  Perbedanya  ialah, meningkatkan diri bukan berarti memperbaiki diri, memperbaiki diri sudah tentu meningkatkan diri.
Mahatma Gandhi berkata : “ Bumi ini cukup untuk tujuh generasi. Tapi tidak cukup untuk tujuh pengusaha serakah”. Albert Einstein menegaskan “Jika manusia hanya diajari banyak menghapal, maka kita seperti halnya melatih seekor anjing”. Itulah yang terjadi disekitar kita. Yang kaya makin kaya, yang pintar makin menuntut hak. Maka Plato menasihati : “berbuat baiklah. Karena setiap orang tengah menghadapi persoalan besar”.  Jangan resah apa yang dikatakan orang. Tapi resahlah jika kita tidak memmpunyai karakter. Karena kompetensi ibaratkan membangun tangga, tapi karakterlah yang menentukan, apakah tangga itu bersandar ditempat yang benar.
Karakter merupakan perilaku baik dalam menjalankan peran dan fungsinya sesuai amanah dan tanggung jawab. Perilaku baik, sadar, hingga paham akan amanah dan tanggung jawab, inilah rangkaian kata kunci yang menjadi visi. Orang berkarakter adalah orang yang mempunyai visi misi. Sebaliknya, orang yang bervisi belum tentu berkarakter. Jika Indonesia berjuang untuk Indonesia, itulah karakter. Bila membangun Indonesia agar memiliki harga diri, itulah visi. Salah satu contoh, Indonesia membangun dengan utang, visinya membangun, namun untuk siapa? Tanpa karakter, Indonesia kini tenggelam dalam utang. Membangun tapi menenggelamkan dalam utang, apa namanya?
Ahyudin, Komandan ACT ( Aksi Cepat Tanggap) berujar : “Tidak ada zaman di Indonesia yang lebih banyak doktor dan profesor, yang lebih banyak ahli, dan lebih banyak jumlah pengusahanya kecuali era sekarang ini. Namun mengapa kemiskinan makin menjadi, makin meluas dan makin mendalam?”. Tanpa karakter, siapapun tidak akan pernah bisa membedakan antara “kepentingan pribadi” dan “kepentingan tanah airnya”.
Berbicara karakter, sejatinya berbicara pada wilayah perilaku. Bicara karaktrer, intinya berbicara tentang perbaikan diri. Karakter adalah sejumlah sifat baik yang menjadi perilaku sehari-hari. Apakah cukup hanya dengan berperilaku baik? Tentu saja tidak. Untuk menjadi perilaku sehari-hari, sifat baik harus dilatih. Hasilnya adalah kebiasaan. Itulah perilaku atau watak. Perilaku baik dikatakan karakter. Sebaliknya, perilaku buruk dikatakan tabiat. Praktek memang jadi bagian penting dalam pendidikan. Ilmu yang tidak dipraktekkan, hanya menjadi ilmu pengetahuan.
Karakter, itulah yang mengantarkan pada kenyamanan, ketentraman, keselamatan dan kebahagiaan. Sebab, karakter bisa terbentuk hanya melalui sifat-sifat baik. Menjadi orang penting itu baik, namun yang lebih penting jadilah orang baik. Menjadi orang penting dan baik tidak serta-merta semua kebaikan ada padanya. Hanya, semakin banyak perilaku baiknya, maka semakin berkarakterlah dia. Maka bagaimanapun musti ada sifat baik yang harus diprioritasikan. Untuk itu, semua sifat baik dapat dikelompokkan kedalam dua kategori. Pertama nila-nilai yang tergabung dalam karakter pokok. Dan kedua, nilai-nilai yang tergabung dalam karakter pilihan. Dalam pemilihan prioritas, karakter pokok merupakan karakter yang harusnya dimiliki tiap orang. Karakter pokok begitu penting, karena menentukan kehidupan siapapun. Tanpa karakter pokok, bisa dipastikan hidup seseorang dipandu nafsu. Inilah landasan filosofis mengapa diperlukan karakter pokok. Yang pada dasarnya, karakter pokok dapat dibedakan atas tiga bagian, yakni karakter dasar, karakter unggul dan karakter pemimpin.
Berbeda dengan karakter pokok, karakter pilihan tidak bisa dimiliki setiap orang. Sebab, dari istilah pilihan sudah jelas bahwa setiap orang berbeda minat dan selera. Tiap profesi menuntut karakter masing-masing. Itulah karakter pilihan, sesuai profesi. Namun apapun profesinya, karakter pokok harus dimiliki. Lebih-lebih karakter dasar harus ada, karena karakter dasar akan terus terpakai hingga jelang akhir hayatnya.





B.   Karakter Dasar
Karakter dasar merupakan fondasi dalam hidup manusia. Apa itu fondasi manusia? Adalah nilai nilai yang menjadi landasan hidup. Seharusnya, nilai-nilai karakter dasar sebagai fondasi telah ditanam sejak kecil. Fondasi inilah yang akan mengawali dirinya. Seharusnya, nilai-nilai karakter dasar juga ditanamkan di sekolah. Masalahnya adalah, saat di bangku kuliah, tidak mengajari pembentukan karakter, yang diajari adalah ilmu ekonomi, politik, matematika serta ilmu bisnis. Inilah wilayah kompetensi bab peningkatan diri dalam keilmuan. Semua sekolah di dunia, fokus pada peningkatan kompetensi. Pendidikan karakter tidak dijumpai.
Maka, untuk mengatasi hal tersebut, perlu ditanamkan “Tiga Nilai Pembentuk Karakter Dasar”. Diantaranya :
1.   Tidak egois
Tidak egois secara harfiah berarti tidak mementingkan diri sendiri. Maknanya bisa meluas bisa juga mendalam. Kesannya rendah hati, mengalah dan mementingkan pihak yang lebih butuh, lebih banyak dan lebih bermanfaat. Tidak egois mengantar hati seseorang menjadi bersih. Tidak egois pula mengutamakan keselamatan dan ketentraman.
2.   Jujur
Jujur atau yang biasa disebut integritas artinya lurus hati atau tidak bebrbuat curang. Orang yang jujur pasti diberi kepercayaan. Orang yang ingin maju, mutlak harus mempunyai sifat jujur.
3.   Disiplin
Disiplin akan memotivasi pihak lain. Karena disiplin memperlihatkan kualitas seseorang. Satu disiplin akan melahirkan kedisiplinan yang lain.


C.   Karakter Unggul
Penegasan dari pancaran manfaat manusia berkarakter unggul, adalah perwujudan atas sejumlah nilai pembentuk karakter unggul. Sedikitnya ada tujuh nilai pembentuknya. Ketujuh nilai karakter unggul adalah ikhlas, sabar, bersyukur, bertanggungjawab, berkorban, perbaiki diri,dan sungguh sungguh. Ketujuh sifak baik yang harusnya sudah menjadi perilaku sehari-hari.
1.   Ikhlas
Ikhlas merupakan sifat baik yang amat mudah diucap tapi sulit dilakukan. Tidak ikhlas juga tidak ada nilainya. Yang dimaksud ikhlas juga tidak pamrih. Agar tidak terjebak dengan hawa nafsu, ikhlas wajib dimiliki.
2.   Sabar
Sebagai sifat baik, sabar mengandung nilai baik lainnya seperti halnya ikhlas. Orang ikhlas sudah pasti sabar. Namun orang sabar belum tentu ikhlas. Orang sabar bisa meredam emosi. Dalam kondisi orang awam tidak tahan, orang sabar masih kuat tidak melakukan hal negatif sekecil apapun. Sabar dapat meluruhkan permusuhan. Bila pemimpin mempunyai sifat sabar, konflik apapun tercegah tidak merembet kemana-mana. Orang sabar manfaatnya bukan hanya untuk diri sendiri. Orang lain pun bisa terpengaruh. Yang tadinya marah, berbalik tenang karena yang dihadapi amat sabar.
3.   Bersyukur
Bersyukur artinya menerima apa adanya apa yang diberikan tuhan untuk kita. Dengan bersyukur maka hati kita akan tentram.
4.   Bertanggungjawab
Orang yang melakukan kesalahan dan berani bertanggungjawab, jelaslah dia telah belajar dewasa. Orang yang tidak lakukan kesalahan, bisa-bisa malah kewaspadaannya tumpul. Sifat tanggungjawab teguhkan seseorang menjadi orang yang mempunyai modal untuk bisa dipercaya.
5.   Berkorban
Satu problem terberat bangsa ini adalah keengganan berkorban untuk bangsa. Berkorban itu seharusnya memberikan sesuatu yang berarti, bernilai besar yang bermanfaat. Dengan berkorban, banyak pihak terbantu. Dalam bahasa agama, berkorban itu sedekah. Dalam bahasa sehari-hari, berkorban itu kepedulian.
6.   Perbaiki diri
Kata lain perbaiki diri adalah “berbenah”.dalam mencari ilmu, tidak ada kata terlambat. Juga tidak terlambat bagi orang yang mau berbenah. Tidak ada paksaan untuk memperbaiki diri. Dan tidak ada satu manusia pun bisa mengubah orang lain. Semua kembali kepada masing-masing.
7.   Sungguh sungguh
Teman disiplin adalah kesungguhan. Kesungguhan untuk berbenah, itulah yang utama. Kesungguhan untuk lakukan perbaikan, itu yang membuat banyak orang kemudian berhasil. Kesungguhan telah menjadi mutiara yang hilang. Kesungguhan hanya bisa dijalankan bila kita punya komitmen.










D.  Karakter Pemimpin
Pemimpin tanpa karakter, sama halnya dengan pemimpin tanpa moral. Di Indonesia, model pemimpin berkarakter adalah Hoegeng Imam Santoso. Beliau adalah sosok yang teguh pada pendirian untuk bersih, tidak korup, tidak takut dan terbuka. Saat Gus Dur menjadi Presiden RI, dia berkata : “hanya dua orang polisi yang tidak bisa disogok, polisi tidur dan Hoegeng”. 
Untuk menjadi pemimpin yang memiliki sifat kepemimpinan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Syarat pertama, yakni harus punya karakter dasar. Syarat kedua dan ketiga, yakni karakter unggul dan karakter pemimpin. Ketiga karakter tersebut mesti dilatih dan dididik untuk dipraktikkan.
Tanpa dididik, semua sifat pembentuk karakter itu masih berupa nilai. Tanpa dijadikan perilaku, nilai baik itu hanya dijadikan pengetahuan saja. Untuk jadi kebiasaan, apapun harus dilatih.  Dengan latihan terus menerus jadilah perilaku. Dengan perilaku, otomatis kebiasaan itu akan terbawa kemanapun, dimanapun dan kapanpun. Itulah karakter. Dalam karakter pemimpin, ada sembilan nilai pembentuknya. Yaitu adil, arif, bijaksana, ksatria, tawadhu, sederhana, visioner, solutif, komunikatif, dan inspiratif.


E.   Pendidikan Karakter
Pemimpin berkarakter, tidak perlu harus diturunkan rakyat seperti yang tengah bergolak di Timur Tengah. Puluhan tahun memimpin tidak juga bisa mendidik karakter bangsa. Sebelum karakter bangsa terdidik, didiklah dulu diri sendiri. Hal yang sekarang terjadi adalah, guru dan dosen lebih banyak mengajar daripada mendidik. Namun, mendidik karakter bukan perkara yang mudah. Belajar karakter merupakan gerak alami-universal. Karakter bisa terpancar pada siapa saja yang hatinya bersih. Kehidupan kita akan mengantar pada pendidik-pendidik hebat karakter, asal hati kita cukup jernih untuk meresonansi karakter terbaik dari mana pun datangnya. Siapapun, adalah “guru karakter” dan kehidupan ini adalah “universitas karakter”.
Dalam artikelnya yang berjudul “Pendidikan Watak”, Mochtar Buchori mencatat bahwa pendidikan karakter intinya tertumpu pada dua hal. Pertama pengendalian diri untuk lakukan apa yang menurut hati nurani harus dilakukan. Kedua, pengendalian diri untuk tidak melakukan apa yang menurut hati nurani tidak harus dilakukan.
Untuk mendidik karakter, mulailah dari diri sendiri. Dengan mengacu pada tiga nilai dasarpembentuk karakter, yakni jangan egois, jujur dan disiplin. Dengan mendidik tiga nilai itu, kita tengah membangun karakter dasar dalam diri.